Ketika pohon terakhir ditebang, Ketika sungai terakhir dikosongkan, Ketika ikan terakhir ditangkap, Barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang – Eric Weiner
Lebih
dari tiga puluh tahun sudah saya tinggal di Bekasi, tanah kelahiran yang sebenarnya
memiliki banyak potensi. Kadang saya berpikir, diusia saya yang sekarang ini
apakah sudah memberikan sumbangsih terhadap tanah kelahiran? Ya memang saya
bukan siapa-siapa, tapi tidak harus menjadi siapa-siapakan baru bisa memberikan
sumbangsih?
Muaragembong,
seketika saya teringat dengan daerah paling utara di Kabupaten Bekasi ini. Daerah
yang memiliki ciri khas perairan dan memiliki hutan mangrove. Banyak orang
termasuk warga Bekasi asli yang tidak mengetahui keindahan alam yang dimiliki
Muaragembong ini. “Oh iya Bekasi punya hutan mangrove dan pantai ya, kok aku baru tahu!”.
Muaragembongku
Sayang
Foto: Dokumen Pribadi
Kecamatan
Muaragembong memang memiliki ciri khas berbeda dengan 22 kecamatan lainnya di
Kabupaten Bekasi. Berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara dan Teluk
Jakarta dibagian barat, membuat kecamatan ini memiliki banyak daerah perairan
dan vegetasi mangrove didalamnya. Tak ayal ada banyak potensi pariwisata yang
ada di Kecamatan Muaragembong jika dikelola dengan baik. Pohon mangrove salah
satu contohnya, pohon yang tumbuh diperairan payau –wilayah yang mengalami
percampuran antara air asin dengan air tawar-- ini memiliki banyak manfaat
dalam kehidupan sehari-hari. Tak hanya sebagai penahan abrasi, mangrove pun
dikenal memiliki manfaat yang bernilai ekonomi tinggi, seperti buahnya yang
dapat diolah menjadi aneka makanan dan minuman, seperti dodol dan sirup.
Baca Juga: Pantai Muara Beting, Pantai Eksotik di Muaragembong Bekasi
Tak
ingin ketinggalan, Desa Pantai Bahagia yang merupakan salah satu nama desa yang
ada di Kecamatan Muaragembong mulai mengubah magrove menjadi kuliner yang bisa
menjadi oleh-oleh ketika berkunjung kesini. “Mang Oge” namanya –kependekkan
dari Mangrove Olahan Muaragembong--, produk olahan dari mangrove ini dikerjakan
oleh ibu-ibu “Kebaya” –singkatan dari Kelompok Bahagia Berkarya—dari
tahun 2014. Hingga saat ini, kurang lebih terdapat sepuluh produk yang sudah
dibuat, diantaranya: sirup mangrove, dodol mangrove, kacang umpet, stik daun
mangrove, keripik umpet, keripik daun mangrove, peyek daun mangrove, kerupuk
dauun mangrove, kerupuk buah mangrove, dan dendeng daun mangrove.

Potensi
pariwisata pun sudah banyak diperkenalkan di Muaragembong. Pantai Beting di
Desa Pantai Bahagia salah satunya, saya pernah melakukan penelitian untuk tugas
akhir kuliah terkait potensi wisata bahari tahun 2014 silam di pantai ini,
hingga terakhir kali tahun 2020 saya kembali mengunjungi, sudah cukup banyak
perubahan yang terjadi. Tak hanya pantai, di Kecamatan Muaragembong ini masih
tersisa Lutung Jawa dan Monyet Ekor Panjang.
Mangroveku Malang
Seperti yang kita tahu bersama, Kecamatan Muaragembong memiliki ekosistem mangrove yang cukup luas dibeberapa desanya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Muaragembong karena memiliki ciri khas berbeda dari kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi lainnya. Tapi nyatanya, ekosistem mangrove di Muaragembog cukup mengkhawatirkan. Menurut A. Maulani dkk (2021), luas lahan mangrove di Kecamatan Muaragembong pada tahun 2009 seluas 708,6 ha. Terdapat dua faktor yang memperngaruhi rusaknya hutan mangrove di Muaragembong, antara lain faktor manusia dan faktor alam.
Potret masyarakat Muaragembong yang sebagain besar berprofesi sebagai nelayan
Foto: Dokumen Pribadi
Berkurangnya
luasan lahan mangrove di Kecamatan Muaragembong antara lain dipengaruhi oleh
manusia. Beberapa aktivitas berupa perluasan areal tambak yang semakin tahun
semakin bertambah, konversi lahan menjadi sawah, kebun, merupakan beberapa
aktivitas yang menyebabkan berkurangnya tutupan lahan di Muaragembong. Tak
hanya itu, faktor alam pun sangat berpengaruh disini. Seperti gelombang besar
pada musim angin timur, musim kemarau yang berkepanjangan, dan laju abrasi yang
cukup tinggi merupakan beberapa faktor alam yang menyebabkan berkurangnya
jumlah mangrove di Kecamatan Muaragembong.
Lalu
apa yang terjadi di Muaragembong ketika hutan mangrovenya rusak? Seiring
berjalannya waktu, kerusakan mulai terasa di Kecamatan Muaragembong, salah
satunya adalah Kampung Beting. Rumah-rumah di Kampung Beting sering terendam
banjir rob akibat pasangnya Laut Jawa. Seperti yang kita tahu juga, Kecamatan
Muaragembong berada di ujung Utara Kabupaten Bekasi yang merupakan bermuaranya
aliran Sungai Citarum. Tak ayal ketika musim penghujan tiba, sungai sering
meluap dan membawa sampah serta limbah kimia yang baunya menyengat. Tak hanya
itu, masalah lingkungan lain akibat rusaknya hutan mangrove di Muaragembong
adalah laju abrasi di Desa Pantai Bahagia yang menyebabkan hilangnya sebagian
daratan akibat tak ada penahan. Hal ini membuat jarak rumah warga semakin dekat
dengan bibir pantai, dan sebagian sudah ditingalkan.
Baca Juga: Pantai Muara Bungin, Destinasi Baru Di Ujung Bekasi
Gerakan
#SaveMugo, Tumbuhkan Harapan

Berawal
di bulan Mei 2013, melihat dan mendengar lebih dari apa yang dirasakan atas
permasalahan lingkungan yang ada di Muaragembong, tercetuslah gerakan #SaveMugo
atau Save Muaragembong yang diinisiasi oleh Komunitas Bekasi Green Attack. Gerakan
ini murni dilakuan secara independen dan non profit yang dijalankan menggunakan
people power melalui kerelawanan (volunteering), relawan-relawan yang
memiliki kepedulian terhadap penyelamatan lingkungan serta sosial ekonomi
masyarakat Muaragembong.
Kurang
lebih 9 tahun berjalan, selain kerjasama dengan berbagai pihak untuk
mempercepat gerakan dan bertambahnya relawan, beberapa upaya telah dilakukan
#SaveMugo, diantaranya:
·
Program Penanaman Mangrove
Salah satu program ini di gerakan #SaveMugo adalah memulihkan kembali lahan mangrove yang rusak di Muaragembong. Ribuan pohon mangrove sudah tertanam dibeberapa lahan dengan kerjasama berbagai pihak. Tentunya jumlah ini masih belum cukup untuk memulihkan secara langsung kondisi lingkungan di Muaragembong. Perlahan tapi pasti, gerakan ini masih terus bejalan dengan harapan akan ada banyak lagi orang atau pihak yang ingin berbagi kepedulian terhadap lingkungan Muaragembong, salah satunya penanaman mangrove.
· Aliansi Pemuda-Pemudi Bahagia Tangguh
Tak hanya program untuk
lingkungan, gerakan #SaveMugo pun melakukan pendampingan yang menyasar
masyarakat sekitar agar lebih produktif dan sadar akan potensi wisata yang ada
didaerahnya. Tercetuslah Kelompok Sadar Wisata Aliansi Pemuda-Pemudi Bahagia
Tangguh (Pokdarwis ALIPBAT). Sejak 2014, Pokdarwis ALIPBATA menerapkan
inisiatif ekowisata yang meliputi kegiatan, rehabilitasi hutan mangrove,
pemanfaatan buah mangrove menjadi olahan makanan dan minuman, dan edukasi
wisata tentang ekosistem di Muaragembong.
·
Kelompok Bahagia Berkarya
Upaya selanjutnya yang
dilakukan di gerakan #SaveMugo adalah meningkatkan perekonomian warga dengan
memanfaatkan potensi yang ada, salah satunya adalah mangrove. Tak hanya sebagai
penahan abrasi, tanaman yang biasanya hidup di air payau dan air asin ini pun
memiliki nilai guna ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah diolah menjadi
makanan dan minuman. Bersama Kelompok Bahagia Berkarya (KEBAYA) akhirnya
terciptalah merek dagang “Mang Oge” kepanjangan dari Mangrove Olahan Muaragembong.
Hingga saat ini, kurang lebih sudah
sepuluh produk makanan dan minuman yang dihasilkan ibu-ibu ‘Kebaya’,
diantaranya, Sirup Mangrove, Dodol Mangrove, Kacang Umpet Daun Mangrove, Stick
Daun Mangrove, Kerupuk Daun Mangrove, Kerupuk Buah Mangrove, dan Dendeng Daun
Mangrove. Menarik bukan?
Lindungi Aku, Lutung Jawa
Kerusakan hutan mangrove nyatanya tidak
hanya berdampak pada keadaan lingkungan yang semakin memburuk, melainkan ada
habitat Lutung Jawa (Trachypitecus auratus mauritius) dan Kera Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) yang semakin sedikit populasinnya di
Muaragembong. Yaps, di Muaragembong kalian masih bisa melihat Lutang Jawa yang
menjadi maskot dalam gerakan #SaveMugo ini. Jumlahnya semakin sedikit, hal ini
karena rusaknya habitat dan perburuan liar.
Seperti yang kita tahu, Lutung Jawa ini masuk ke dalam kategori hewan yang dilindungi melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 733/KPTS-11/1999. Keputusan tersebut diperkuat dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Oleh karena itu, melalui gerakan #SaveMugo kami para relawan berusaha agar habitat Lutung Jawa dan hewan lainnya yang masih tersisa di Muaragembong tetap terjaga kelestariannya.
Semoga semakin banyak orang yang tergerak hatinya untuk menjaga lingkungan, minimal tempat tinggalnya sendiri. Muaragembong merupakan salah satu contoh daerah berpotensi yang perlahan-lahan sedang bangkit dari masalah lingkungan. Teruntuk kalian yang ingin tahu lebih lengkap tentang gerakan #SaveMugo ini, bisa kunjungi media sosial kami atau klik Gerakan #SaveMugo. Mari jaga lingkungan, kalau bukan kita siapa lagi dan kalau bukan sekarang kapan lagi~
0 Comments