Literasi Gizi: Wujudkan Generasi Emas 2045 yang Gemilang

Literasi Gizi

Hallo sobat jalan-jalan ngomongin dunia si kecil emang nggak ada habisnya yah, apalagi buat abang yang lagi belajar menjadi orang tua nih rasanya banyak banget yang harus dipelajari. Nyatanya, jadi orang tua itu nggak semudah yang kita bayangkan yah. Ada banyak hal yang ternyata harus kita persiapkan dan pelajari dengan baik. Bukan begitu para orang tua? Hehe

Baca Juga: Keren! Akhirnya Bekasi Punya Museum Digital

Salah satunya adalah tentang masa emas atau golden period yang perlu diperhatikan karena pada masa ini anak tengah mengalami pertumbuhan otak yang sangat pesat. Kita sebagai orang tua harus mempersiapkan penunjang pertumbuhan anak, seperti asupan nutrisi dan pendidikan awal. Sebagaimana diketahui, asupan nutrisi anak berkaitan erat dengan penerapan pola makan dan hidup bersih dan sehat sejak dini. Hal ini tentunya untuk mencegah berbagai tantangan kesehatan bagi anak di masa depan.

Nah pas banget nih, kemarin abang dapat kesempatan untuk ikutan Webinar Literasi Gizi & Gernas Baku Anak Usia Dini, Wujudkan Jakarta Sehat, Cerdas, Bahagia dengan para narasumber yang sangat kompeten dibidangnya. Ulasan acaranya abang tulis di artikel ini yah~

informasi produk
Biasakan untuk membaca informasi yang tertera pada kemasan sebelum membeli
Foto oleh Sam Lion dari Pexels

Sobat jalan-jalan, masa tumbuh kembang anak di golden period bukan hanya menjadi tanggungjawab orang tua saja, nyatanya ada peranan guru dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD merupakan lingkungan terdekat anak untuk mengerti dan membiasakan menerapkan pola hidup sehat, termasuk konumsi makanan bergizi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu, pemahaman guru mengenai asupan nutrisi yang baik untuk anak perlu terus ditingkatkan, salah satunya adalah melalui literasi gizi.

Baca Juga: Njlajah mBantul Milang Kori: Keliling Bantul Seharian 

FYI nih sobat jalan-jalan, menurut laporan UNESCO, The Social and Economic Impact of Illiteracy mengatakan, tingkat literasi rendah mengakibatkan kehilangan atau penurunan produktivitas dan tingginya beban biaya kesehatan dalam suatu negara. Sayangnya, Indonesia saat ini masih tercatat sebagai negara dengan literasi gizi masyarakat yang rendah. Hal ini sekaligus pertanda agenda prioritas Nasional pemerintah untuk melakukan penurunan kasus stunting akan sulit terealisasi, apabila masalah rendahnya literasi gizi (nutrition illiterate) masyarakat tidak ditempatkan sebagai prioritas. Oleh karena itu, diperlukan peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam meningkatkan literasi di Indonesia.

Jadi, baik orang tua selama di rumah maupun guru dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki peranan yang penting dalam memberikan edukasi kepada anak agar anak dapat melewati masa golden periode dengan baik dan sehat.

Kental Manis Bukan Susu!

Kandungan kental manis
Informasi pada label kemasan kental manis

Salah satu bentuk rendahnya literasi di Indonesia adalah dengan menganggap kental manis adalah susu dan dapat dikonsumsi oleh balita. Nyatanya, kental manis bukan susu dan tidak dapat dikonsumsi oleh balita. Harusnya kental manis digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan (topping).

Jika kita jeli melihat informasi pada kemasan kental manis, terlihat bahwa 1 sachet kental manis hanya mengandung 1 gram protein dan 20 gram gula. Sedangkan yang kita tahu bahwa protein merupakan zat yang sangat dibutuhkan anak dalam jumlah yang banyak setiap harinya, sebaliknya, gula adalah zat yang seharusnya tidak dikonsumsi dalam jumlah yang banyak oleh anak-anak. Maka, kental manis sangat tidak dianjurkan dikonsumsi oleh anak-anak.

Seperti yang kita tahu bersama ya sobat jalan-jalan, untuk anak usia 0-6 bulan, berikan ASI ekslusif, karena zat gizi yang dibutuhakn anak usia 0-6 bulan pertama tersebut, ada pada ASI. Setelah enam bulan, makanan pendamping ASI (MPASI) menjadi hal yang penting. Selain itu,  organisasi kesehatan dunia (WHO) juga menganjurkan anak dapat diberikan susu tambahan karena mengandung banyak zat gizi dan mikronutrient yang diperlukan dalam tumbuh kembang anak seperti fosfor dan kalsium. Namun, yang perlu diingat adalah tidak semua susu baik untuk dikonsumsi anak.

Salah satu jenis produk susu yang sebaiknya tidak diberikan kepada anak terutama bayi dan balita adalah susu kental manis. Kental manis sebetulnya bukan susu, dilihat dari tabel kandungan gizi, kental manis memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi yaitu 55% per 100 gram, sehingga tidak dianjurkan untuk balita.

28,96% Responden Mengatakan Kental Manis Adalah Susu

keluarga
Foto oleh Vidal Balielo Jr. dari Pexels

Hasil penelitian yang dilakukan oleh YAICI, PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah terkait Presepsi Masyarakat Tentang Kental Manis pada 2020 yang dilakukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku dengan total responden 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0-59 bulan atau 5 tahun.

Dari penelitian ditemukan 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari. Dari hasil penelitian juga ditemukan sumber kesalahan persepsi, dimana sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui  kental manis sebagai minuman untuk anak  adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan juga sosial media dan 16,5% mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan.

Udah Baca yang Ini? Yuhu! Ini Cara Mudah Menuju Bandara YIA Kulon Progo 

Temuan menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, menyusul anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9%. Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1 – 2 tahun sebanyak 9,5%, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8% dan 6,9% anak usia 5 tahun mengkonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.

Dilihat dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengkonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi lebih. “Dari masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan kental manis, terlihat bahwa memang informasi dan sosialisasi tentang produk kental manis ini belum merata, bahkan di ibukota sekalipun,” imbuh Arif Hidayat selaku Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI).

Tambahnya, persoalan kental manis tidak hanya sebatas mencukupi gizi anak, namun juga potensi kerugian yang dialami negara akibat stunting bisa mencapai 2 persen sampai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. “Ini angka yang besar sekali. Kita lihat PDB 2019 sebesar Rp 15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp 474,9 triliun. Jumlah itu mencakup biaya mengatasi stunting dan hilangnya potensi pendapatan akibat rendahnya produktivitas anak yang tumbuh dengan kondisi stunting,” jelas Arif.

Kesehatan keluarga
Foto oleh Andreas Wohlfahrt dari Pexels

Nah sobat jalan-jalan sudah jelaskan, pentingnya literasi gizi untuk orang tua dan guru untuk perkembangan si kecil. Salah satunya dengan membiasakan membaca informasi yang tertera pada kemasan sebelum diberikan kepada si kecil. Selain itu, Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) yang menaungi ribuan guru PAUD di seluruh Indonesia merupakan satu organisasi yang potensial untuk ambil bagian dalam peningkatan budaya literasi demi menciptakan masa depan generasi emas 2045 yang gemilang. Mari sama-sama kita melek literasi gizi untuk generasi gemilang!!!

3 Comments

  1. Iya nih Pul kadang suka kelewatan baca label. tapi skrg mari kita biasakan, apalagi makanan dan minuman kemasan gitu. Selain bahan pengawet, kita kudu merhatiin kandungan gula dan nutrisi lainnya. Makasih Pul informasinya :)

    ReplyDelete
  2. Masalah terbesar di masyarakat itu pemahaman mereka masih tercekoki iklan masa lalu ya. Sulit diganti meski sekarang beda jaman dan beda teknologi. Tapi meski begitu kita tidak lelah dong mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa kental manis itu BUKAN SUSU

    ReplyDelete
  3. Mencetak generasi emas itu penting banget ya, Pul. Biar ada generasi penerus yang qualified. Soalnya nanti mereka yg akan menggantikan pemimpin2 negeri ini

    ReplyDelete